Bisa Hapuskan Rintangan Pendidikan Dasar
08-06-05
Jakarta, Kompas - Dengan konsep pembiayaan operasional sekolah (baca: sekolah gratis) dalam penyaluran dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak, yang penggodokannya memasuki tahap akhir, diharapkan penghalang dalam menempuh pendidikan dasar terhapuskan. Finalisasi pembahasannya akan ditentukan dalam Rapat Paripurna DPR, Rabu (8/6) ini.
Sebelumnya, Panitia Kerja Panitia Anggaran DPR dan pemerintah telah mematok satuan biaya operasional pendidikan untuk jenjang SD/madrasah ibtidaiyah (MI) Rp 235.000 per tahun per siswa. Adapun satuan biaya SMP/madrasah tsanawiyah (MTs) Rp 324.000 per tahun per siswa (Kompas, 7/6).
Dalam rapat tersebut juga disepakati, jumlah total dana kompensasi BBM untuk pendidikan meningkat menjadi Rp 6,271 triliun dari yang diusulkan Rp 5,6 triliun. Selain itu, untuk pertama kalinya para santri pesantren salafiyah juga akan mendapatkan alokasi dana bantuan tersebut.
Sasaran yang ingin dicakup dari program tersebut adalah untuk SD/MI sebanyak 28.779.709 siswa, SD Salafiyah 108.177 siswa, SLTP/MTs 10.625.816 siswa, dan SMP Salafiyah 114.433 siswa. Bantuan diberikan kepada seluruh siswa tanpa membedakan golongan kaya atau miskin.
Masduki Baedlowi dari Komisi X DPR menilai, konsep tersebut tepat untuk menjamin agar siswa miskin tetap dapat bersekolah. Rencananya, anggaran digelontorkan langsung ke rekening sekolah. Pihak sekolah nantinya harus menggratiskan iuran-iuran sekolah untuk membiayai komponen uang formulir pendaftaran, buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan, biaya pemeliharaan, ujian sekolah, ulangan umum, bersama dan ulangan umum harian.
Untuk anak miskin juga akan ada bantuan transportasi. "Komite sekolah dapat berkoordinasi dengan lurah setempat untuk menguatkan keterangan bahwa anak tersebut memang miskin dan berhak mendapatkan bantuan uang transportasi dari sekolah," katanya.
Hanya saja, diakui bahwa di lapangan memang terjadi disparitas pendidikan. Sebagian sekolah, terutama swasta, ada yang sudah mapan secara finansial dan menerapkan pungutan sangat tinggi hingga jutaan rupiah. Kondisi ini nantinya harus diatur.
"Pilihan yang mengemuka di antaranya sekolah yang mampu secara finansial tersebut tetap diberikan dana bantuan dan dibolehkan melakukan pungutan. Hanya saja, mereka tetap melaksanakan kewajiban yang ditetapkan pemerintah, misalnya dengan menyediakan kuota sekitar 5-10 bagi anak yang tak mampu. Adapun bagi sekolah yang sebelumnya memungut biaya lebih kecil atau sama dengan dana bantuan operasional tersebut harus menghapuskan pungutannya," kata Baedlowi.
Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin mengingatkan, dengan adanya bantuan biaya operasional ini sebenarnya sekolah tidak boleh lagi melakukan pungutan. Apalagi untuk buku pelajaran. Siswa cukup diminta mengusahakan buku pelajaran sendiri sehingga punya alternatif lain, misalnya dengan meminjam.
"Demikian juga halnya seragam sekolah, tidak perlu lagi pembeliannya dikoordinasikan oleh sekolah sehingga akhirnya menjadi proyek. Murid juga tidak harus memakai baju baru," kata Anwar.(INE)
Komentar:
Dalam penerapannya dilapangan bantuan tersebut tidak sepenuhnya oleh anak –anak yang kurang mampu atau miskin, anak yang tergolong keluarga kaya juga ikut menikmatinya dan hal ini sudah pasti melenceng dengan aturan yaqng ditetapkan. Kenapa hal itu bisa terjadi? Dalam menentukan apakah anak tersebut termasuk keluarga miskin atau tidak pihak sekolah hanya meminta surat keterangan tidak mampu dari RT/RW setempat dalam pembuatan surat ini terjadi KKN sehingga anak orang kaya juga ikut menikmati bantuan ini. Dalam hal ini pihak sekolah atau pihak lembaga terkait benar – benar mensurvei kelapangan apakah anak tersebut layak atau tidak menerima bantuan ini. Kenyataan yang paling memperihatinkan lagi adalah banyaknya anak usia sekolah menjadi gelandangan, pengemis dan pengamen serta tidak sekolah karena alasan biaya. Dalam UUD 1945 dimuat jelas pada pasal 34 bahwa anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara, tampaknya hal ini belum benar – benar dilakukan. Pemerintah seolah – olah tutup mata akan hal ini dan membiarkan begitu saja. Pencapaian suatu rencana tidak sepenuhnya tergantung dari anggaran yang disediakan melainkan tindakan yang harus dilakukan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar