Selasa, 27 Oktober 2009

KEPALA SEKOLAH DAN GURU

1. Pengertian Standar tenaga pendidik dan kependidikan nasional
Standar tenaga pendidikan merupakan salah satu dari delapan standar nasional yang ada. Standar tenaga pendidik adalah pihak yang menjalankan dan mengawasi jalannya proses pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan. . Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.
Sebagai seorang pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
• Kompetensi pedagogik;
• Kompetensi kepribadian;
• Kompetensi profesional; dan
• Kompetensi sosial.
Pertama, kompetensi pedagogik. Adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kedua, kompetensi kepribadian. Adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kedua, kompetensi kepribadian. Adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Keempat, kompetensi profesional. Adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan

Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah.
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008 tentang Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kepala sekolah dan guru.(tenaga pendidik)


2. KEPALA SEKOLAH
Kepala sekolah merupakan tokoh kunci keberhasilan suatu sekolah. De Roche (1987) mengungkapkan bahwa tidak ada sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang baik. Karena itu wajar kalau dikatakan "the key person" keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Tanpa mengenyampingkan peran yang kolaboratif para guru yang tergabung dalam sistem proses manajemen sekolah Sergiovanni (1987) juga mengungkapkan bahwa tidak ada siswa yang tidak dapat dididik, yang ada adalah guru yang tidak berhasil mendidik. Tidak ada guru yang tidak berhasil mendidik, yang ada adalah kepala sekolah yang tidak mampu membuat guru berhasil mendidik". Sehubungan dengan itu pula Pokja Penyusunan Standar Pengembangan Mutu Kepala Sekolah yang diketuai oleh Prof.DR. Ibrahim Bafadhal mengungkap hasil penelitian kekepalasekolahan berakhir pada kesimpulan bahwa keberadaan kepala sekolah yang mampu memerankan dirinya secara efektif dan efisien dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi terwujudnya kualitas atau mutu sekolah.

` Kalau dilihat dari sejarahnya, sampai dengan akhir tahun 80-an seorang kepala sekolah masih merupakan seorang pejabat struktural dengan eselon IV dan merangkap jabatan fungsional sebagai guru. Fungsi dan tugas kepala sekolah yang diatur dengan Kepmendikbud No. 0489/U/1992 untuk SMU dan Kepmendikbud No.054/U/1993 untuk SLTP misalnya, seorang kepala sekolah mempunyai tugas
:

(a) menyelenggarakan kegiatan pendidikan

(b) membina kesiswaan

(c) melaksanakan bimbingan dan penilaian bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya;

d) menyelenggarakan administrasi sekolah


(e) merencanakan pengembangan, pendayagunaan, dan pemeliharaan sarana prasarana;

(f) melaksanakan hubungan sekolah dengan lingkungan, orang tua dan / masyarakat. Kepala sekolah dalam jabatannya itu berfungsi sebagai Edukator, Manajer, Administrator dan supervisor

Namun dalam situasi sekarang ini telah terjadi "perubahan" dalam dua tahap yang "dijanjikan" akan lebih baik. Perubahan pertama terjadi sejak ditetapkan Kepmendikbud RI nomor : 0296/U/1996 tanggal 1 Oktober 1996 sampai dikeluarkannya Kepmendiknas RI Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, seorang Kepala Sekolah tidak lagi sebagai pejabat struktural dengan eselon tertentu. Kepala Sekolah "hanya' seorang guru yang atas dasar kompetensinya diberi tugas tambahan mengelola satuan pendidikan. Jadi seorang kepala sekolah pada dasarnya seorang guru, yaitu seorang guru yang dipandang memenuhi syarat tertentu dalam memangku jabatan professional sebagai pengelola satuan pendidikan.

Masih bisa dipahami jika status yang serba mendua tersebut masih disandang seorang kepala sekolah, karena payung hukum untuk menjadi kepala sekolah profesional memang masih belum memadai. Untuk menjadikan kepala sekolah sebagai jabatan professional tentu akan berkaitan dengan bebrapa hal seperti penggajian, kode etik, pembinaan profesi, organisasi profesi, dan hal lain yang diperlukan untuk suatu profesi. Belum siapnya hal-hal tersebut maka seorang kepala sekolah masih harus menginjakkan kakinya di wilayah profesi sebagai guru.

Jika memperhatikan semakin meluasnya tugas dan fungsi / peran kepala sekolah di abad millennium ini maka memang sudah saatnya jabatan kepala sekolah berdiri tegak pada satu profesi. Ketika Rambu-rambu Penilaian Kinerja Sekolah (khususnya SLTP an SMU) diluncurkan oleh Depdiknas di tahun 2000, tanggung jawab kepemimpinan seorang kepala sekolah mengacu pada tiga hal yaitu Input, Process, dan Output atau MPK (Masukan, Proses, Keluaran). Dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan komponen proses inilah fungsi / peran seorang kepala sekolah sudah semakin meluas dibanding sebelumnya. Kinerja seorang kepala sekolah harus dilihat pada komponen EMASLIM (Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Innovator, Motivator).

Bahkan ranah Entrepreneurship juga harus menjadi garapan seorang kepala sekolah. Sejak dikembangkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di tahun 2000-an seorang kepala sekolah harus sanggup mengembangkan kegiatan produksi / jasa sekolah sebagai sumber belajar, harus mampu pula menjadi seorang pelaksana proyek bangunan untuk swakelola block grant di lingkungan sekolahnya, dan peran lainnya yang terkadang bisa menyebabkan munculnya anggapan bahwa seorang kepala sekolah sudah melakukan kesalahan dan penyimpangan karena tidak lazimnya ditemui pada dua dekade yang lalu.

Kini, perubahan tahap kedua berjalan satu bulan lebih sudah berlalu. Sejak 17 April 2007 Mendiknas mengeluarkan peraturan yang sangat penting menyangkut pengelolaan setiap lembaga pendidikan khususnya sekolah-sekolah di negeri ini. Ditengah berhembus kencangnya tudingan tentang rendahnya mutu pendidikan kita saat ini. Mendiknas RI dengan Peraturan Mendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tertanggal 17 April 2007 menetapkan Standar Kepala Sekolah / Madrasah sebagai salah satu standar ketenagaan di antara delapan standar yang harus ditetapkan untuk mewujudkan Standar Nasional Pendidikan kita yang bermutu.

Untuk mendukung Standar Nasional Pendidikan kita menurut Permendiknas tersebut seseorang yang akan diangkat menjadi kepala sekolah wajib memenuhi standar kepala sekolah / madrasah yang berlaku nasional. Standar Kepala Sekolah dimaksud adalah sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan menteri dimaksud, yang meliputi Standar Kualifikasi dan Standar Kompetensi.
Adapun standar kualifikasi yang dimaksud meliputi:

1) Kualifikasi Umum
(a) Pendidikan Minimum Sarjana (S-1) atau Diploma IV (dalam draft semula diutamakan S-2);
(b) Berusia setinggi-tingginya 56 tahun saat diangkat sebagai kepala sekolah;
(c) Pengalaman mengajar minimal 5 tahun menurut jenjang sekolahnya;
(d) Pangkat minimal III/c bagi PNS

2) Kualifikasi khusus menyangkut
(a) Berstatus sebagai guru sesuai jenjang mana akan menjadi kepala sekolah;
(b) Mempunyai sertifikat pendidik sebagai guru sesuai jenjangnya;
(c) Mempunyai sertifikat kepala sekolah sesuai jenjangnya yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
Berkenaan dengan Standar Kompetensi, seseorang dapat diangkat sebagai Kepala Sekolah jika dia memiliki kompetensi-kompetensi sebagai berikut :
(a) Kompetensi Kepribadian

(b) Kompetensi Manajerial

(c) Kompetensi Kewirausahaan

(d) Kompetensi Supervisi

(e) Kompetensi Sosial

Dilihat dari perspektif peningkatan mutu input pendidikan Permen ini merupakan suatu kemajuan positif dalam upaya mencari dan menetapkan figur pengelola sekolah yang bermutu. Namun dalam rangka profesionalisasi jabatan kepala sekolah menuju terwujudnya kepala sekolah yang mampu mengemban dan mengembangkan tugas dan fungsinya terlihat masih belum sepenuhnya akan dapat terwujud.

Jika Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, dan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai kekhususannya, maka setiap Pendidik memang merupakan Tenaga Kependidikan, tetapi setiap Tenaga Kependidikan belum tentu seorang Pendidik / Guru. Kasubdit Pendidikan Menengah Ditjen PMPTK Depdiknas dalam suatu Seminar Nasional tentang Kepala Sekolah mengungkapkan pula tentang Kebijakan Direktorat Tenaga Kependidikan masa sekarang ini bahwa Tenaga Kependidikan itu meliputi Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Pustakawan, Laboran, dan Tenaga Tata Laksana /Administrasi sekolah

Berarti seorang Kepala Sekolah walaupun dipersyaratkan harus berasal dari seorang guru namun setelah diangkat sebagai kepala sekolah maka yang bersangkutan sebaiknya tidak lagi berstatus Guru / Pendidik melainkan sebagai Tenaga Kependidikan / Kepala Sekolah Profesional dengan tugas dan fungsi yang sudah jelas memerlukan perhatian khusus layaknya profesi kependidikan lain seperti Pengawas Sekolah, Laboran, dan Pustakawan. Dalam beberapa kesempatan kegiatanpun saat ini seringkali seorang kepala sekolah tidak diperkenankan mengikuti kegiatan yang diperuntukan bagi guru.

Memperhatikan pasal-pasal pada Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 ternyata para Calon Kepala Sekolah dan Kepala Sekolah dihadapkan pada penafsiran ganda. Artinya kualifikasi dan kompetensi tersebut bisa diartikan sebagai syarat memasuki wilayah profesi kepala sekolah. Setelah yang bersangkutan diangkat sebagai kepala sekolah maka statusnya sebagai pendidik / guru menjadi lepas. Namun bisa pula ditafsirkan sebagai memperkuat status lama yakni "hanya" seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Jika itu yang terjadi maka sebelah kakinya masih menginjakkan ke wilayah profesi guru, sebelah lagi menginjak profesi sebagai kepala sekolah.

Sebenarnya sah-sah saja ketika seorang kepala sekolah berharap bahwa dengan berlakunya Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 ini akan ada jalan yang lurus untuk mengembangkan profesi kekepalasekolahan sebagai suatu profesi "berdaulat" agar kinerja dan upaya peningkatannya semakin dapat dipacu lebih kencang lagi. Bukan menjadikan kita bersikap skeptis yang cenderung pessimis atas berlakunya Permendiknas terbaru tersebut. Namun jika statusnya "hanya" seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah nampaknya akan ada hal-hal yang membatasi kesungguhan upaya meningkatkan kinerja tersebut. Irama kinerja kepala sekolahpun akan tetap diiringi lagu lama dengan judul "Anda Bukan Pejabat Struktural" atau "Jangan Kau Samakan Tunjanganmu Dengan Pejabat Eselon atau pejabat lain.

Permendiknas yang dinyatakan mulai berlaku tanggal 17 April 2007 tersebut juga tidak memberikan masa transisi sehingga rawan pelanggaran terhadap Permen tersebut. Dengan "wajib"nya dipenuhi standar kepala sekolah yang berlaku nasional tersebut dikaitkan dengan belum terlaksananya Uji Sertifikasi Guru dan pemberian sertifikatnya, maka tertutuplah pintu bagi Cakep (Calon Kepala Sekolah) yang sudah memiliki Sertifikat Diklat Cakep namun belum memiliki Sertifikat Pendidik sebagai Guru untuk diangkat sebagai Kepala Sekolah. Karena salah satu persyaratan untuk diangkat sebagai kepala sekolah yakni memiliki sertifikat pendidik sebagai guru belum terpenuhi. Jika Bupati / Walikota mengangkat Kepala Sekolah yang berasal dari guru yang belum disertifikasi maka hal itu bisa dianggap bertentangan dengan Permendiknas tentang Standar Kepala Sekolah ini.

Disisi lain penetapan Standar Kepala Sekolah ini memang sangat positif dimasa keterbukaan dengan akuntabilitas publik yang semakin baik sekarang ini. Permen ini tentu tidak berdiri sendiri sebagai satu piranti hukum dalam mengatur dan upaya meningkatkan mutu Standar Pendidikan Nasional kita. Ditjen PMPTK telah menyusun suatu pedoman tentang Pengembangan Mutu Kepala Sekolah untuk kedua jalur yakni dari rekruitment calon kepala sekolah dan jalur peningkatan mutu kepala sekolah yang sudah dan sedang menjabat.

Untuk bisa diangkat sebagai Kepala Sekolah seorang guru yang lulus seleksi harus mengikuti Sertifikasi melalui Diklat Cakep 900 jam yang diakhiri dengan Uji Kompetensi. Jika dinyatakan lulus sebagai Cakeppun masih harus melalui Uji Publik di hadapan beberapa unsur stake-holders dimana sekolah itu berada. Jika uji publik (semacam pemaparan visi dan misi lengkap dengan beberapa perencanaan) ini dapat dilalui barulah yang bersangkutan dapat diangkat dan ditempatkan di suatu sekolah sebagai kepala sekolah definitif. Sedangkan bagi kepala sekolah yang sedang menjabat, prosesi peningkatan mutu dilakukan dengan uji kompetensi.

3. GURU
Guru adalah pekerjaan yang mulia, pahlawan tanpa tanda jasa, patut di gugu dan ditiru. Apakah perubahan pengelolaan sistem pendidikan untuk saat ini
ungkapan diatas masih relevan? Dalam banyak berita di media masa guru adalah sebuah profesi. Sebuah sebutan yang sangat bergensi mungkin bisa disamakan dengan gengsinya seorang dokter, pengacara dan arsitek. Sebuah profesi belum tentu profesional, namun seorang yang profesional sudah pasti mereka memiliki profesi. Begitu juga dengan profesi sebagai seorang guru (pendidik). Mereka mempunyai dasar hukum yang jelas, kode etik yang pasti, berada dibawah naungan organisasi profesi. pendidik .
UU NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan sebutan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Tentunya juga baik tenaga pendidik dan kependidikan pada pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang ada di negeri ini. Begitupun dalam bab XI, Pasal 39 ayat 2 disebutkan Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Masih dalam UU yang sama dalam pasal 42 ayat 1 disebutkan Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Begitupual dalam pasal 43 ayat 2 tersurat Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Lebih lanjut pada ayat (3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dalam pasal 61 ayat 1, 2 dan 3 disebutkan dengan jelas tentang : (1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. (2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. (3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.Bagian Kesatu klausal Pendidik pasal 28 dalam PP ini disebutkan antara lain :
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harusdipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi sosial. Dalam pasal disebutkan pula
(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. Dan
(5) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pada pasal 29 lebih terinci lagi tentang apa yang harus dimiliki oleh pendidik seperti contoh untuk SMP dan SMA pada ayat (3) tersurat Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
b. latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan c. sertifikat profesi guru untuk SMP/MTs. Sedang pada ayat 4 disebutkan Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) b. latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan c. sertifikat profesi guru untuk SMA/MA. Pasal 30 ayat (4) Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan. Karena Guru dalam pengertian umum dihasilkan oleh suatu LPTK maka terhadap kompetensi calon guru dalam pasal 89 ayat 5 Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji kompetensi.
Peraturan menteri pendidikan nasional nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru secara terperinci disebutkan sebagai berikut;
A.KUALIFIKASI AKADEMIK GURU
kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki 1. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Pendidikan Formal Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan Anak Usia Dini/ Taman Kanak-kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK*), sebagai berikut;
a. Kualifikasi Akademik Guru PAUD/TK/RA Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
b. Kualifikasi Akademik Guru SD/MI Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
c. Kualifikasi Akademik Guru SMP/MTs. Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
d. Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
e. Kualifikasi Akademik Guru SDLB/SMPLB/SMALB Guru pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
f. Kualifikasi Akademik Guru SMK/MAK* Guru pada SMK/MAK* atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. 2. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.
B. STANDAR KOMPETENSI GURU.
Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Arti lain dari kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Berdasarkan pengertian tersebut, Standar Kompetensi Guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak diajarkan kepada siswa.
Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.
Berikut ini contoh secara khusus standar kompetensi seorang guru jika mengampu mata pelajaran Teknik Imformasi dan Komunikasi(TIK) harus mempunyai kompetensi inti guru mata pelajaran TIK pada setiap tingkatan baik SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK adalah :
1) Mengoperasikan komputer personal dan periferalnya;
2) Merakit, menginstalasi, mensetup, memelihara dan melacak serta memecahkan masalah (troubleshooting) pada komputer personal;
3) Melakukan pemrograman komputer dengan salah satu bahasa pemrograman berorientasi objek;
4) Mengolah kata ( word processing ) dengan komputer personal dan mengolah lembar kerja (spreadsheet) dan grafik dengan komputer personal;
5) Mengelola pangkalan data (data base) dengan komputer personal atau komputer server;
6) Membuat presentasi interaktif yang memenuhi kaidah komunikasi visual dan interpersonal;
7) membuat media grafis dengan menggunakan perangkat lunak publikasi; Membuat dan memelihara jaringan komputer (kabel dan nirkabel); 9)Membuat dan memelihara situs laman (web); Menggunakan sarana telekomunikasi (telephone, mobilephone, faximile ).
9) Membuat dan menggunakan media komunikasi, termasuk pemrosesan gambar, audio dan video.
10)Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam disiplin atau materi pembelajaran lain dan sebagai media komunikasi.
11)Mendesain dan mengelola lingkungan pembelajaran/sumber daya dengan memperhatikan standar kesehatan dan keselamatan.
12)Mengoperasikan perangkat keras dan perangkat lunak pendukung pembelajaran.
13)Memahami EULA (End User Licence Agreement) dan keterbatasan serta keluasan penggunaan perangkat lunak secara legal.

Rabu, 21 Oktober 2009

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Menejemen berbasis sekolah atau School Base Management

Manajemen berbasis sekolah adalah kebebasan suatu sekolah atau lembaga pendidikan untuk mengelola sekolah tersebut dengan berpedoman dan tidak bertentangan dengan aturan dari dinas pendidikan nasional.
Ada beberapa alasan yang mendasari munculnya MBS anatara lain:
1. Lengsernya pemerintahan orde baru yang memunculkan era reformasi, pada era ini pemerintah pusat menyerah atau memberi wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya secara mandiri atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah. Salah satu diantaranya kebebasan pemerintah daerah dalam mengelola lembaga pendidikan hal ini bertujuan untuk mempersamakan mutu pendidikan dengan daerah lain. Namun ada beberapa aspek yang pengelolaannya masih dibawah wewenang pemerintah pusat seperti bidang keuangan, keagamaan, hukum, pertahanan keamanan dan hubungan luar negeri.
2. Adanya perbedaan mutu lembaga pendidikan. Lemahnya suatu lembaga pendidikan akan berpengaruh pada kualitas anak didik yang dihasilkan. Karena alasan tersebut pemerintah pusat memeberikan kewenangan kepada setiap lembaga pendidikan untuk mengelola proses pendidikan semaksimal mungkin, selain itu hal ini juga akan memeberi motivasi kepada daerah lain untuk meningkatkan kualitas lembaga pedidikannya
3. Berkaitan dengan tanggung jawab lembaga pendidikan untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas tinggi, sesuai dengan tiga klarifikasi mutu,yaitu:
a. Tiada banding,tiada tanding
b. Bersifat relatif (sesuai dengan perkembangan zaman)
c. Berdasarkan pada kepuasan pelanggan.

Dalam perjalananya sistem ini tidak semulus yang direncanakan. Hal ini dikarenakan sistim birokrasi suatu daerah terlalu berbelit-belit, sehingga sistem ini berjalan dengan sangat lamban.Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dan harus dibenahi agar sistem ini berjalan dengan lancar,antara lain :
1. Sistem ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat, mampu mempengaruhi bawahan secara baik atau paksaan.
2. Dibutuhkan sikap yang transparan antar peminpin dengan anggotanya , namun tetap berpatokan pada norma yang ada.
3. Memiliki cita – cita atau harapan untuk melakukan perubahan yang lebih baik dari setiap instansi.
4. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengembangkann mutu pendidikan dari lingkungan lembaga pendidikan.
5. Adanya konsep pemikiran /persepsi yang sama dalam lingkungan sekolah.
6. Adanya partisipasi masyarakat atau orang tua siswa .
7. Lingkungan sekolah yang kondusif.
8. Mampu bersifat otonom dengan melihat segala resiko dan kesempatan yang mungkin dihadapi.

BERSAMBUNG.....

Paradigma pendidikan nasional

Paradigma pendidikan nasional

Setelah lengsernya pemerintahan Suharto sekaligus berakhirnya masa orde baru melahirkan era reformasi. Banyak perubahan yang terjadi dinegeri ini mulai dari reformasi birokrasi,demokrasi, ketatanegaran sampai ketingkat pendidikan nasional. Banyak perubahan yang terjadi dalam system pendidikan kita , hal ini bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam secara globalisasi.
Perubahan tersebut diawali dengan disahkan Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal. Undang – undang ini disahkan pada tanggal 11 juni 2003 oleh presiden bersama dengan DPR, undang – undang ini dimaksudkan untuk mengganti undang - undang yang lama, yaitu Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. . Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.

Desentralisasi dan sentralisasi pendidikan (otonomi daerah) merupakan salah satu perubahan yang lahir pada era reformasi, hal ini bertujuan untuk membentuk demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis.
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan. disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan , nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat., serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi. Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15 tahun . Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar, minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat. Dengan adanya desentralisai penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, maka pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat Bahkan, pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab menyediakan anggaran pendidikan. Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945 – (”Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”) – (pasal 46 ayat 2). Itulah sebabnya dana pendidikan, Selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, harus dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan, dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1). Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN (pasal 49 ayat 2).
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan . Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku . Oleh karena itu maka pengelolaan dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik (pasal 48 ayat 2). Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan, namun tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1), yaitu menteri pendidikan nasional. Dalam hal ini pemerintah (pusat) menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional (pasal 50 ayat 2). Sedangka pemerintah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Khusus untuk pemerintah kabupaten/kota diberi tugas untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, merupakan paradigma baru pendidikan, untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal. Hak ini bukan saja berkaitan dengan kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j), melainkan lebih memperjelas spesialisasi peserta didik, untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan terdekatnya, dan juga untuk menjadi ahli dalam bidang tersebut.
Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi dan bahkan dapat tercipta secara otomatis. Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf internasional (pasal 50 ayat 3). Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-tenaga terdidik, juga menyikapi perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan kaliber dunia di Indonesia.
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, maka pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2). Dalam hal ini termasuk memfasilitasi dan/atau menyediakan pendidik dan/atau guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik dan/atau guru untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik (pasa 12 ayat 1 huruf a dan b). Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah, yang pengangkatan, penempatan dan penyebarannya diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan 2)). Selain itu pemerintah (pusat) atau pemerintah daerah memiliki kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan pendidikan formal maupun non formal (pasal 62 ayat 1), sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin mendekatkan pelayanan klepada rakyat, sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan daerah.

Pendidikan tidakk dapt berjalan tanpa adanya dukungan dan peran serta masyarakat atau rakyat Indonesia.Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1). Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54 ayat 2). Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1 dan 2). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan/atau sumber lain (pasal 55 ayat 3). Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25). Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah (pasal 56 ayat 3)
Seperti yang dijelaskan diatas ,salah satu tujuan dari reformasi pendidikan adalah untuk menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia, maka sebagaimana dijelaskan di muka, harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik oleh pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3). Untuk itu perlu dibentuk suatu badan hukum pendidikan, sehingga semua penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan formal, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat, harus berbentuk badan hukum pendidikan (pasal 53 ayat 1). Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi memberikan pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2). Badan hukum pendidikan yang akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu, harus berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3).
Dengan adanya badan hukum pendidikan itu, maka dana dari masyarakat dan bantuan asing dapat diserap dan dikelola secara profesional, transparan dan akuntabilitas publiknya dapat dijamin. Dengan demikian badan hukum pendidikan akan memberikan landasan hukum yang kuat kepada penyelenggaraan pendidikan dan/atau satuan pendidikan nasional yang bertaraf internasional dalam menghadapi persaingan global. Selain itu diperlukan pula lembaga akreditasi dan sertifikasi. Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (pasal 60 ayat 1), yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (pasal 60 ayat 2). Akreditasi dilakukan atas kriteria yang bersifat terbuka (pasal 60 ayat 3), sehingga semua pihak, terutama penyelenggara dapat mengetahui posisi satuan pendidikannya secara transparan.
Dalam menghadapi globalisasi, maka penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi, yang diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3). Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi, maka pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas, sebagai paradigma baru pendidikan. Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler (pasal 31 ayat 1 dan 2).

Seperti salah satu cita – cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur., maka pendidikan tidak lagi terpusat pada satu lembaga pendidikan. Hal ini bertujuan untuk membentuk kesetaraan dan kesetimbangan sesuai dengan sisdiknas yang baru. Konsep kesetaraan ialah antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan “plat merah” atau “plat kuning”; semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem yang terpadu. Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama yang memiliki ciri khas tertentu. Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama (madrasah, dst.). Dengan demikian UU Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai satu kesatuan yang sistemik (pasal 4 ayat 2).
Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45, telah memberikan keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3). Dengan demikian UU Sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbangan antara iman, ilmu dan amal (shaleh). Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum (pasal 36 ayat 3) , dimana peningkatan iman dan takwa, akhlak mulia, kecerdasan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu.

Untuk pemerataan pendidikan secara nasional ada beberapa jalur pendidikan yang bias ditempuh. Setelah reformasi terjadi sedikit perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur (masa orde baru) : sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur( era reformasi): formal, nonformal, dan informal – (pasal 13) juga merupakan perubahan mendasar dalam Sisdiknas. Dalam Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga telah diberlakukan, namun termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, dan ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (pasal 14), dengan jenis pendidikan: umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus (pasal 15). Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat (pasal 16).
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 17 ayat 1 dan 2). Dengan demikian istilah SLTP harus berganti kembali menjadi SMP. Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar (pasal 28 dan penjelasannya). Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal (TK, raudatul athfal, dan bentuk lain yang sejenis), nonformal (kelompok bermain, taman/panti penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan).
Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas pendidikan umum dan pendidikan kejuruan, serta berbentuk sekolah menengah atas (SMA) , madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajad (pasal 18). Sebagaimana istilah SLTP, maka sebutan SLTA berganti lagi menjadi SMA. Pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, dan doktor, yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1-3). Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas, yang berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, dan dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan/atau vokasi (pasal 20 ayat 1- 3).
Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik, profesi atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan (pasal 21 ayat 1). Bagi perguruan tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni (pasal 22). Selain itu masalah yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat, seperti pemberian gelar-gelar instan, pembuatan skripsi atau tesis palsu, ijazah palsu dan lain-lain, telah diatur dan diancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana, pasal 67-71).
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, dan berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26 ayat 1 dan 2). Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik (pasal 26 ayat 3). Satuan pendidikan nonformal meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan (pasal 26 ayat 6). Sedangkan pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal 27).
Tujuan pendidikan nasional akan tercapai apabila adanya kerjasama yang solid antara pemerintah pusat , pemerintah daerah dan rakyat Indonesia serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.

dikutip dari http://erik12127.wordpress.com

Minggu, 11 Oktober 2009

mendidik siswa menjadi pembaca sukses

berikut ini adalah hasil resensi sebuah buku yang berjudul '' format 247 plus, mendidik anak menjadi pembaca yang sukses"

FORMAT 247 PLUS; METODE MENDIDIK ANAK MENJADI PEMBACA YANG SUKSES merupakan salah satu metode dalam mendidik anak menjadi pembaca yang sukses . Istilah 247 berasal dari 24 dan 7 ,24 berarti ada 24 jam dalam sehari di klasifikasikan menjadi 12 klasifikasi dan 7 berarti ada 7 hari dalam seminggu . Sedangkan format berarti susunan dan plus berarti tambahan. Dengan demikian istilah diatas bermakna untuk menjadi pembaca yang sukses ,seseorang harus meluangkan waktunya 120 menit dalam sehari membaca.

Membaca dapat didefinisikan sebagai kegiatan melisankan setiap tulisan .Pembaca sukses adalah anak yang sudah mencapai tingkat membaca lanjut yang memiliki tingkat krajinan membaca dalam katagori rajin atau sangat rajin . Berikut katagori tingkat kerajinan anak dalam membaca sesuai tingkat pendidikannya dalam satuan menit per hari

1. Tingkat SD umur kelas 4-6, katagori sangat apabila membaca kurang dari 30 menit, malas 30-45 menit, rajin 45-60menit dan sangat rajin diatas 60 menit.

2. Tingkat SMP katagori sangat malas dibawah 60 menit, malas 60-75 menit , rajin 75-90 menit dan sangat rajin diatas 90 menit .

3. Tingkat SMA katagori sangat malas dibawah 90 menit , malas 90-120 menit ,rajin 120 -150 menit dan sangat rajin diatas 150 menit

4. Tingkat perguruan tinggi kategori sangat malas dibawah 150 menit ,malas 150- 180 menit ,rajin 180-210 menit dan sangat rajin diatas 210 menit

Mendidik anak menjadi pembaca yang sukses merupakan kewajiban orang tua ,maksudnya orang ta mempunyai kewajiban untuk mendidik dan membimbing anaknya menjadi pembaca agar menjadi pembaca yang sukses di kemudian hari. Tahap membaca dibedakan menjadi pembaca pemula dan pembaca lanjut Pembaca awal atau pemula berarti pembaca baru mempunyai tingkat kemampuan dalam mevokalisasikan lambang bunyi bahasa yang tertuang dalam sumber tertulis.Sedangkan pembaca lanjut berarti pembaca tidak lagi mengeluarkan suara melainkan membaca dalam hati atau silent reading. Membaca dalam hati biasanya lebih cepat daripada membaca bersuara.nur

Ada beberapa asumsi dalam mendidik anak menjadi pembaca sukses dalam lingkungan keluarga menurut metode f247p yaitu;

  1. Anak sudah sampai dalam membaca sukses maksudnya anak menjadi tumpuan harapan orang tua menjadi pembaca yang sukses
  2. Orang tua memiliki kemauan yang relative besar dalam mendidik dan membimbing anaknya menjadi pebaca yang sukses
  3. Orang tua harus berani mengorbankan aspek –aspek tertentu demi tercapainya tujuan si anak untuk menjadi pembaca yang sukses
  4. Metode ini dilaksanakan berdasarkan pendekatan proses bukan pendekatan hasil
  5. Orang tua harus berorientasi pada tujuan
  6. Tersedianya fasilita bacaan yang minimum di rumah

Membaca merupakan aktivitas yang sangat penting,karena melalui membaca seseorang dapat menemukan suatu gagasan dan imformasi yang lebih banyak selain itu juga dapat mengetahui imformasi yang letaknya sangat jauh atau dapat mengetahui imformasi tentang peristiwa –peristiwa yang telah terjadi di masa lampau.Membaca merupakan cara untuk mendapakatkan suatu imformasi dengan mudah dan murah karena tanpa harus mendatangi tempat peristiwanya. Buku merupakan salah satu dari sumber bacaan dari selain itu juga buku merupakan suatu media untuk mewariskan ilmu seseorang kepada orang lain

Pemahaman isi bacaan bagi seseorang ditentukan oleh kuantitas membaca berkisar 60-65 persen ,intelegensia 20-25 persen dan factor penunjang sekitar 15 persen.Dengan kata lain keberhasilan seseorang dalam membaca ditentukan oleh kuantitas membaca..Membaca merupakan salah satu bagian dari bahasa , dengan bahasa seseorang dapat memproleh ketrampilan haruslah denganberlatih. Di negeri kita budaya membaca masih sangat rendah untuk itu perlu menanam da memupuk minat baca., maksud menanam adalah menumbuhkan minat baca bagi para pelajar khususnya ,sedangkan memupuk berarti menyuburkan minat membaca yang telah tumbuh itu. Salah satu mamfaat membaca adalah dapat membantu otak untuk berpikir kritis dan sistematis.

Metode formt 247 plus atau f247P adalah seni mendidik anak yang dapat digunakan orang tua agar anak mereka menjadi pembaca yang sukses.Metode ini menggunakan lembar formulir yang berisi 24 kolom klasifikasi waktu yang memiliki jarak atau rentang 60 menit dan berisi baris nama hari. Setiap klasifikasi dilengkapi keterangan pada ujung kanan kolom dan setiap baris juga dilengkapi keterangan pada ujung bawah baris.Lembar formulir( ada tiga formulir yaitu F1, F2 dan F3) di gunakan oleh setiap anak dalam sebuah keluarga untuk mencatat waktu dalam satuan menit yang dipakai untuk membaca buku. Fungsi dari metode ini adalah koreksi untuk mengetahui jumlah waktu yang di habiskan si anak untuk membaca. Metode akan efektif bila diterapkan kepada anak yang telah memiliki kemampuan sebagai pembaca lanjut.

Ada beberapa pernyataan yang harus diperhatikan oleh orang tua agar metode ini dapat berjalan dengan baik dan berhasil dalam mendidik anak menjadi pembaca yang sukses, antara lain;

  1. F247 Pmerupakan suatu metode yang dapat di pergunakan oleh orang tua untuk mendidik anaknya menjadi pembaca yang sukses dengan mengandalkan aspek control 24 jam secara akurat.
  2. F247P menanamkan peningkatan disiplin dalam penggunaan waktu oleh anak untuk membaca dan penigkatan disiplin orang tua atas keterlanjutan mendidik anak mereka untuk terus membaca.
  3. F247P harus dilaksanakan terus menurus tanpa memperhatikan masa belajar secara formal atau masa libur anak-anak
  4. F247P metode ini juga didukung oleh semua anggota keluarga yang tinggal serumah.
  5. F247P memafaatkan tknik dokumentasi yang tertib dan berorientasi pada tujuan bukan tesi
  6. F247P menggunakan pendekatan proses bukan hasil dan menyediakan fasilitas bacaan umum yang memadai
  7. F247P mengandalkan evaluasi dalam proses pada berbagai waktu
  8. F247P menggunakan perkembangan periodik terhadap kegiatan membaca anak

Dasar pemikiran dari metode ini adalah dari sebuah pribahasa yaitu rajin pangkal pandai yang mengandung makna bahwa setiap hasil yang di capai membutuhkan kerja atau aktivitas. Karena itu ke pandaian dapat di proleh dari seringnya dalam melakukan latihan ,kerja atau aktivitas. Intelegensia merupakan salah satu factor yang mempengaruhi seseorang dalam menentukan tingkat kepandaian seseorang . Maksudnya orang yang memiliki tingkat intelegensia tinggi lebih cepat dalam memahami sesuatu daripada orang yang intelegensianya rendah .Intelegensia juga bermakna kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam suasan baru dan merealisasikan tujuan akhir. Orang yang memiliki intelegensia yang relative rendah namun , seseorang yang rajin beraadaptasi sehingga semakin hari kecerdasannya akan bertambah .

Dalam menerapkan metode ini kepaa anak orang tua harus melakukan pendekatan proses kepada si anak , orang tua memberi pemahaman tentang pentingnya membaca dan bertindak sebagai pelatih. Dalam hal melatih orang tua harus sesering mungkin melakukan koreksi terhadap hasil latihan sehingga dapat ditemukan kelemahan –kelemahan si anak dalam melaksanakan metode ini. Dengan mengetahui kelemahan yang dihadapinya sehingga orang tua mampu mencari solusi untuk mengatasinya . Seorang anak bisa disebut sukses apabila mempergunakan waktunya secara maksimal untuk membaca sesuai dengan jenjang pendidikannya.

Agar keseimbangan membaca dengan mata pelajaran di sekolah anak,penggunaan metode ini harus juga dilakukan terhadap setiap mata pelajaran. Pendidik mengarahkan anak untuk lebih banyak membaca buku – buku pelajaran yang berkaitan dengan mata dipelajaran di sekolahnya

Dalam metode ini tidak memiliki satuan waktu seperti pendidikan formal ,tidak ada semester atau libur melainkan dilaksankan setap hari. Selain itu kenyaman tempat juga sangat mempengaruhi minat anak untuk membaca. Tempat untuk belajar yang nyaman dapat di buat dirumah anda dengan memamfaatkan salah satu kamar. Tempat yang nyaman adalah tempat yang tingkat polusinya kecil , sejuk dan bersih. Dalam mendesain kamar belajar untuk anak akan lebih baik apabila anak diikutsertakan dalam mendesainnya agar sesuai dengan keinginananya. Sebaiknya ruangan tersebut tidak dilengkapi dengan alat hiburan atau benda lain yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam belajar

Metode ini akan berhasil apabila didukung oleh pasilitas bacaan yang memadai , suasana belajar yang tenang dan nyaman , kemampuan dari orang tua untuk menyediaka peralatan yang di butuhkan anak , keikhlasan orang tua untuk membimbing anaknya dalam belajar dan juga kesiapan mental orang tua dalam menuntun anaknya .